Saturday, February 28, 2009

Man vs Wild

Sudah satu bulan belakangan ini hampir semua media massa lokal dan nasional, baik cetak maupun elektronik, walaupun bukan berupa headline, serempak memberitakan adanya serangan harimau di berbagai daerah di Sumatera. Kalau tidak salah, selain sudah membunuh tujuh orang di Jambi dan Riau, sang raja hutan pun menjadi sasaran empuk rakyat kita yang hobi balas dendam itu. Empat harimau tewas “diterkam” manusia. Malah terakhir, 16 ekor gajah juga ikut mengamuk di kawasan pedalaman Aceh Timur, akibat penebangan liar (Kompas.com).

Kalau kata tag line sebuah produk rokok, “Tanya Kenapa ?”

Terus kalau boleh saya jawab dengan tanda tanya lagi, “Kenapa ga’ tanya Menhut ?”

Ok, begini kata Menhut a.k.a. Menteri Kehutanan YTH Bapak MS Kaban, seperti dikutip Okezone.com berikut ini.

"Polisi harus segera mengusut tuntas, dan secepatnya menangkap pelaku pembunuh harimau. Pembunuhan harimau itu telah melanggar undang-undang dan ketentuan yang berlaku," tegas Kaban.

“Makanan dan tempat harimau bertahan hidup semakin menyempit. Inilah yang menyebabkan harimau turun gunung dan mencari makanan di luar hutan.” Tambahnya.

Uuupss... Mungkin beliau yang satu ini lupa, kalau turun gunungnya sang raja beserta keluarganya itu adalah salah satu bentuk kegagalan pemerintah dalam membendung harimau – harimau besi, yang begitu mudah memangkas hutan lindung menjadi gundul. Harimau besi itu maksudnya alat – alat berat seperti gergaji mesin dan traktor yang dikendarai manusia berkepala harimau.

Masalahnya sekarang, kenapa Menhut begitu gencar meminta polisi untuk sesegera mungkin mengusut pembantaian sang fanthera tigris sumaterae. Sementara di Aceh sana sekawanan gajah yang mengamuk, dan sudah jelas – jelas ada penemuan dari Tim Pansus DPRD setempat, belum juga ada tindak lanjutnya.

Tidak salah dan sangat tepat memang kalau pemerintah mengambil tindakan tegas bagi para pemburu harimau, yang sebenarnya di sini tidak ada yang bisa disalahkan. Pertama yang satu binatang , yang satu manusia. Kedua, judulnya urusan perut bos. Kalau perut sudah keroncongan – metal, hard core, atau grind core pun terpaksa dilakukan. Walaupun memang seharusnya manusia bisa menahan diri dengan sadar akan endangered species yang populasinya tinggal 400 ekor, dengan angka kematian alami (tanpa dibunuh) sebesar 30 ekor per tahun ini (WWF Indonesia).

Tapi tetap alangkah lebih baiknya kalau penegakan hukum dimulai dari siapa yang mengganggu lebih dulu. Siapa lagi yang merampas habitat, dan memotong rantai makanan para penghuni hutan kalau bukan manusia.

Harimau, gajah dan para pewaris tahta kerajaan hutan juga ibarat preman, yang kalau lahannya diserobot orang lain langsung darah tinggi alias naik pitam alias ngamuk. Terima kasih.